Mengenal Lais, Seni Akrobatik dari Garut

loading...
Mengenal Lais, Seni Akrobatik dari Garut -  Siapa sangka bila ternyata di daerah Garut ada ilmu akrobatik dan kebal, kesenian Lais namanya. Atraksi yang sudah jarang di temui ini mempertontonkan aksi keseimbangan diatas tali yang menegangkan di atas bambu.

Kesenian Lais adalah salah satu pertunjukan kesenian akrobatik dengan menggunakan seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan diantara dua buah bambu dengan tinggi 10 sampai 13 meter.

Kesenian asli Garut yang sudah sangat langka untuk ditemui ini sayang bila tidak disaksikan. Bayangkan, aksi memanjat bambu setinggi hampir 10 meter dan beraksi di tali yang terikat di atas bambu tersebut dilakukan tanpa ada rasa takut oleh senimannya. Tidak cuma beraksi di atas tali di ketinggian, seniman pun menunjukkan aksi kekebalan tubuhnya pada benda tajam. Siapa saja yang melihatnya, pasti akan teriak histeris.

Mengenal Lais, Seni Akrobatik dari Garut

Permainan Lais umumnya diadakan di arena terbuka seperti lapangan atau alun-alun yang tempatnya dianggap luas untuk menancapkan tiang bambu dengan jarak 10 sampai 15 meter antara tiang bambu yang satu dengan tiang bambu yang lain.

Lais bukanlah pertunjukan yang terkait dengan sebuah upacara. Oleh karena itu, bisa dipanggil kapan saja. Permainan Lais ini diturunkan oleh keluarga ke setiap generasi berikutnya.

Sejarah Perkembangan Lais


Pertunjukan utama Lais adalah memamerkan kehebatan satu atau dua orang pemain lais yang berjalan atau duduk di atas tali tambang yang direntangkan di antara dua ujung bambu. Mula-mula pemain Lais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan alat pengaman sambil diiringi musik reog, kendang penca, dog-dog dan terompet. Tali tambang tersebut selalu bergoyang dan bambunya pun bergerak-gerak selagi menyangga beban dan gerakan pemain lais tersebut.

Pertunjukan Lais menghabiskan waktu setengah hari bahkan hingga seharian, tergantung pada pihak yang mengundang-nya. Waditra yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Lais sama dengan waditra yang digunakan dalam kendang penca tetapi yang membedakan ditambah dengan dogdog dan angklung.

Para pemain Lais terdiri dari laki-laki yang telah dewasa sebanyak 6 orang, yaitu satu pemain Lais, satu pawang yang kadang-kadang merangkap menjadi pimpinan Lais dan yang lainnya adalah para penabuh.

Lais telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kecamatan Sukawening, Garut. Kesenian Lais sendiri diambil dari nama seseorang yang sangat terampil memanjat pohon kelapa bernama Laisan. Sehari-hari dipanggil dengan sebutan Pak Lais atau Lais.

Lais ada di Kabupaten Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon dan Bandung. Lais dapat disaksikan dalam acara-acara kenegaraan, hajatan, pernikahan ataupun khitanan. Cara penyajian pertunjukan lais dilakukan dengan terlebih dahulu memancangkan dua leunjeur (batang) awi gombong  (bambu berbumbung besar) di tanah serta merentangkan tali tambang pada kedua ujung bambu tersebut.

Baca juga:
Desa dengan nama unik di Indonesia
Saat budaya sunda mendunia
Belut mata biru tertangkap nelayan Inggris
Tali tambang kemudian akan diikatkan pada kedua ujung bambu yang dipancangkan tersebut lalu tetabuhan pun dibunyikan sebagai pembukaan juga sebagai pemberitahuan bahwa permainan akan segera dimulai. Hal ini dilakukan untuk mengundang penonton dan sebagai pemanasan suasana.

Ketika permainan dimulai, sang dukun (pawang) Lais bersiap-siap dengan perlengkapan upacaranya, yaitu sesajen (sesajian) dan pedupaan (kukusan). Bersamaan dengan bunyi tetabuhan, dibakarlah kemenyan dalam pedupaan tadi serta mantera-mantera dibacakan. Upacara ini dimaksudkan agar para pemain Lais diberi kekuatan, kelincahan, keterampilan serta keselamatan dalam permainannya.

Busana yang dikenakan oleh pemain Lais adalah busana yang biasa dipakai oleh wanita seperti kain dan kebaya, terutama pemain Lais di Priangan. Dengan langkah gemulai, pemain Lais yang menurut kepercayaan mulai kemasukan roh gaib itu menari-nari mendekati salah satu tiang bambu. Ia  menyelipkan sebuah payung dipinggangnya.

Bila sudah begitu, terjadilah percakapan antara pemain Lais dan pawang, sebagai berikut :


Pawang : “Rek ka mana, Nu Geulis?”(Mau ke mana, Cantik?)
Si Lais : “Apan rek ulin.” (Kan mau main.)
Pawang : “Nyandak naon?” (Membawa apa?)
Si Lais : “Leu payung bisi panas jeung duwegan bisi halabhab.” (Ini payung kalau-kalau kepanasan dan kelapa muda kalau-kalau kehausan.)
Pawang : “Pek atuh geura amengan.” (Silakan kalau mau main.)

Sambil kembali menari, Si pemain Lais terus mendekati tiang bambu lalu dengan memanjat tiang bambu tersebut seperti seekor kera. Cara memanjat nya pun sangat menegangkan yakni dengan tidak merapatkan tubuh ke batang bambu, melainkan dengan menggunakan tangan dan kakinya.

Saat pemain Lais memanjat batang bambu, tabuhan pengiring dibunyikan semakin keras sampai pemain Lais tersebut mencapai puncak batang bambu. Setelah sampai pada tali tambang yang direntangkan, kemudian pemain Lais duduk di ujung bambu dengan santai dan berleha-leha, ia menyanyi namun hanya suara gunamnya saja tanpa kata-kata. Pawang yang berada di bawah bertanya lagi sambil menengadahkan kepalanya.

Pawang : “Hey, Geulis, keur naon?” (Hey, Cantik, sedang apa?)
Si Lais : “Apan ieu keur senang-senang!” (Kan ini lagi bersenang-senang.)
Pawang : “Cing, Geulis, ngojay kawas bangkong.” (Cobalah, Cantik, kamu berenang seperi katak.)
Si Lais : “Mangga,” sambil tersenyum

Kemudian pemain Lais tersebut menelungkup pada ujung bambu dan menekankan perutnya sambil membuat gerakan seperti sedang berenang.


Pemain Lais : “Aduh cape jeung hanaang.” (Aduh ,saya capek dan haus).

Si pemain Lais kemudian duduk lagi pada ujung bambu, lalu membelah kelapa muda yang dibawanya dengan golok. Selain gerak-gerik Si pemain Lais yang terampil itu, kelakuannya pun membuat hati penonton berdebar terutama para penonton wanita. Ketika Si pemain Lais membelah kelapa muda, yang digunakan sebagai tahanan adalah lututnya dan air kelapa itu pun diminum sambil berleha-leha atau berbaring dengan santai dan bergoyang kaki (lalagedayan). Setelah meminum habis air kelapa muda itu, Si pemain Lais pun turun dengan cara menyusuri bambu dengan meluncur.

Setelah sampai di bawah, pemain Lais menari-nari dan golok yang dibawanya diletakkan di dekat para penabuh, kemudian ia naik kembali sampai ke puncak tiang bambu dan berdiri di sana. Ia mengambil payung yang diselipkan di pinggangnya. Dengan menggunakan payung itu, ia meniti (berjalan) di atas tali tambang yang direntangkan tadi.

Di tengah-tengah tambang tersebut ia menari, menyanyi dan mengayun-ayunkan badannya. Atraksi tersebut merupakan puncak dari permainan lais. Banyak diantara penonton yang menahan nafas dan ada pula yang berteriak karena merasa khawatir Si pemain Lais akan jatuh, terutama para penonton wanita.

Pemain Lais berpura-pura memperlihatkan gerakan kalau ia terpeleset, sehingga membuat penonton menjadi histeris. Dalam kepura-puraan nya itu ia berceloteh. “Aduuh …… Wah …… Awas,” dan … “La la  la,” ia bernyanyi tak henti-hentinya.

Setelah puas mempermainkan penonton, ia kembali berjalan menuju ujung yang lain, kemudian sambil berdiri di ujung tersebut iapun menari mengikuti irama tetabuhan dari bawah. Si pemain Lais turun dengan cara meluncur. Tetabuhan dari bawah terus dibunyikan dan peniup terompet meniup terompetnya dengan lagu-lagu yang riang. Hal ini dilakukan untuk memberikan waktu kepada pemain Lais untuk beristirahat.

Selesai beristirahat, Si pemain Lais kembali memanjat bambu tersebut, memperlihatkan permainannya yaitu dengan berayun-ayun di tengah tambang dengan kaki tergantung. Sambil berjalan di atas  tambang, ia membuka pakaian wanita yang dipakainya dengan gaya merangkak (ngorondang).

Setelah menyelesaikan pertunjukan nya, ia turun kembali menyusuri tambang dan ini merupakan akhir  dari pertunjukan Lais, Si pemain Lais dibawa ke dalam rumah oleh pawang. Ketika keluar, Si pemain Lais tersebut bersikap seperti biasa dan pakaiannya sudah diganti dengan pakaian biasa.

Itulah seni budaya permainan Lais. Pada perkembangannya, kesenian ini sangat disukai masyarakat.  Banyak masyarakat yang sengaja mengundang grup kesenian Lais untuk tampil di berbagai acara hiburan. Bahkan kesenian ini sempat diundang oleh masyarakat di luar Garut, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan  Sumatra. Salah satu grup kesenian Lais yang sampai sekarang masih hidup berasal dari Desa Cisayad, Kecamatan Cibatu, Garut.
loading...

0 Response to "Mengenal Lais, Seni Akrobatik dari Garut "

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan tanggapan anda.